Makna Kepemimpinan dari Kisah 3 Panglima Perang dan Burung yang Bernyanyi

Alifmiqbal

Alifmiqbal

Content Writer

Makna Kepemimpinan dari Kisah 3 Panglima Perang dan Burung yang Bernyanyi
Ilustrasi (Sumber: aikidocenterla)

Makna Kepemimpinan – Dahulu di Jepang selama era “Perang Saudara” yang dikenal sebagai “Era Sengoku” (1467-1603). Terdapat tiga panglima perang atau Daimyo yang berupaya untuk menyatukan seluruh Jepang. Dimana, saat itu Jepang terbagi menjadi banyak wilayah (ryōsei-koku) yang dikuasai oleh masing-masing Daimyo (大名).

Ketiga Daimyo tersebut adalah Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi & Tokugawa Ieyasu.

Nobunaga berhasil menyatukan 1/3 wilayah Jepang selama periode kekuasaannya (1568-1582), sebelum akhirnya dibunuh oleh bawahannya yaitu Akechi Mitsuhide di Kuil Honnō-ji.

Hideyoshi berhasil menyatukan Jepang pada tahun 1590, dan memerintah hingga akhir hayatnya pada tahun 1598 yang diakibatkan kecewa karena kegagalannya menginvasi Korea.

Sedangkan Tokugawa berhasil mewariskan kejayaan kepada keturunnya dengan menyatukan Jepang dibawah Dinasti Tokugawa (1603-1868) sampai menuju era Restorasi Meiji.

Untuk menggambarkan mengapa hanya Tokugawa yang berhasil meraih kejayaan, masyarakat Jepang menggunakan imajinasi melalui puisi yang sering diajarkan di bangku sekolah untuk dilafalkan dalam memaknai ‘kepemimpinan’. Berikut adalah isi dari puisi tersebut:

(1) 鳴かぬなら殺してしまえほととぎす, (なかぬならころしてしまえほととぎす)

If a bird doesn’t sing, kill it. (Jika seekor burung tidak bernyanyi, bunuhlah)

(2) 鳴かぬなら鳴かして見せようほととぎす (なかぬならなかしてみせようほととぎす)

If a bird doesn’t sing, make it. (Jika seekor burung tidak bernyanyi, buatlah)

(3) 鳴かぬなら鳴くまで待とうほととぎす (なかぬならなくまでまとうほととぎす)

If a bird doesn’t sing, wait for it. (Jika seekor burung tidak bernyanyi, tunggulah)

Diceritakan bahwa masing-masing dari ketiga pemimpin ini berkumpul di sebuah taman ketika seekor burung hinggap di dahan. Seorang Guru/orang bijak kemudian bertanya kepada mereka masing-masing apa yang akan mereka lakukan jika burung itu tidak bernyanyi.

ODA NOBUNAGA(織田 信長) (1534 – 1582)

Illustrasi (Sumber: behance.net)

Dalam kaitannya dengan baris pertama dalam puisi tersebut, yang dapat diartikan , “Jika burung tidak bernyanyi, bunuhlah!”. Baris ini mengacu pada Daimyo Oda Nobunaga. Nobunaga dianggap sebagai salah satu dari tiga daimyō besar. Selain itu, Nobunaga bisa dibilang Samurai paling kuat, & cerdik di masanya namun memiliki sifat pemarah. Ia juga dikenal karena kekejamannya dan sering digambarkan sebagai sosok iblis tanpa belas kasih.

Baca Juga  5 Tokoh Penting Pembebas Amerika Latin dari Penjajahan Spanyol

Dalam upayanya untuk menyatukan seluruh wilayah Jepang melalui kampanye militer, Nobunaga mengubah cara berperang di Jepang. Dia mendukung penggunaan senjata Barat seperti senjata api pada saat perang dimana pedang merupakan persenjataan umum yang lumrah digunakan pada saat itu. Dia juga membuat peraturan らくいちらくざ (楽市楽座) (Rakuichi Rakuza), yang pada dasarnya adalah prinsip pasar bebas yang digunakan dalam perdagangan. Selain itu, dia juga bertanggung jawab untuk membuat promosi pegawai negeri berdasarkan prestasi dan kemampuan, bukan pangkat dan status.

TOYOTOMI HIDEYOSHI (豊臣 秀吉) (1536 – 1598)

Illustrasi (Sumber: behance.net)

Baris kedua mengacu pada Toyotomi Hideyoshi yang dapat diartikan, “Jika burung tidak bernyanyi, buatlah”.

“Membuat” dalam hal ini adalah memanipulasi burung tersebut dengan cara apapun sehingga burung tersebut dapat bernyanyi. Hideyoshi memiliki sifat untuk memainkan sesuatu untuk mencapai tujuannnya, sehingga dia menjadi pribadi yang sering gelisah. Hideyoshi berhasil menyatukan Jepang pada tahun 1590, dan memerintah hingga akhir hayatnya pada tahun 1598 yang diakibatkan kecewa karena kegagalannya menginvasi Korea yang juga menghancurkan harapannya untuk menyerang China.

Hideyoshi sendiri adalah seorang pelayan rendahan di bawah Nobunaga, yang naik menjadi samurai. Dia adalah negosiator yang hebat dan mampu membujuk banyak anggota klan Saitō untuk berjanji setia kepada Nobunaga, mantan majikannya. Warisan Hideyoshi meninggalkan kelas sosial yang kaku di Jepang.

TOKUGAWA IEYASU (徳川 家康) (1536 – 1598)

Illustrasi (Sumber: behance.net)

Baris ketiga mengacu pada Tokugawa Ieyasu dan dapat diartikan, “Jika burung tidak bernyanyi, tunggulah“. Ieyasu dikenal karena kesabaran dan kehati-hatiannya. Ieyasu menunggu sampai kematian Hideyoshi untuk mengambil alih kekuasaan.
Dia diam-diam membuat rencana dengan musuh Hideyoshi untuk menggulingkan putra Hideyoshi yang berusia lima tahun dari kekuasaan. Pada tahun 1603, Ieyasu menjadi shōgun pertama di Jepang. Pengalaman masa kecil Ieyasu sebagai sandera dan diculik pada usia enam tahun, yang mungkin memengaruhi kepribadiannya untuk lebih berhati-hati. Meskipun ia diperlakukan dengan baik sebagai sandera, hidupnya berada di tangan seorang klan musuh sampai usia lima belas tahun.

Baca Juga  Turquerie: Saat Dimana Pengaruh Turki Ottoman Begitu Besar di Eropa

Ieyasu pernah mengabdi dibawah Nobunaga dan Hideyoshi. Namun, dibawah kedua pimpinannya ini, dia tau bagaimana untuk tetap rendah hati, tidak menonjolkan keinginannya dan sesuai dalam bertindak.

Pelajaran kepemimpinan apa yang dapat diambil dari kisah ini?
Orang yang menang bukan orang yang paling kuat dan pintar (seperti Nobunaga), atau paling licik dan pandai menyusun strategi (seperti Hideyoshi), tapi pemenang sesungguhnya adalah adalah seseorang yang low profile, rendah hati dan sesuai dalam bertindak seperti Tokugawa adalah sosok pemimpin sebenarnya.

-Makna Kepemimpinan dari Kisah 3 Panglima Perang dan Burung yang Bernyanyi-

Share this article

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on email
Email
Share on telegram
Telegram

Leave a Reply